Melansir dari Merdeka pengamat politik, Ujang Komarudin menuturkan bahwa gerakan “Peringatan Darurat” tersebut muncul usai melihat DPR tidak menyerap aspirasi publik terkait aturan main Pilkada.
“Peringatan darurat mungkin karena revisi UU Pilkada yang dilakukan baleg itu arahnya ke sana yang dianggap tidak aspiratif dan tidak mengikuti keinginan publik,” kata Ujang.
Pihaknya juga menuturkan bahwa publik juga memiliki hak untuk mengkritik penyelenggara negara yang tidak demokratis. Sehingga, gerakan tersebut menjadi bentuk protes dan kepedulian untuk menjaga demokrasi tetap subur di Indonesia.
“Saya melihat apa yang disampaikan netizen mungkin bagian dari kepedulian terhadap nasib bangsa kepedulian terhadap keadaan demokrasi yang dianggap mulai terdegradasi,” ucapnya.
Selain itu Ujang juga mengatakan bahwa gerakan yang masif tersebut menunjukkan bahwa warganet masih mempunyai pengaruh besar dalam menciptakan perubahan sosial dan memengaruhi suatu kebijakan.
Ia berharap gerakan tersebut juga bisa didengar pemerintah dan DPR agar tidak salah mengambil keputusan. Kemudian juga menjadi pendorong untuk pemerintah dan DPR bekerja lebih baik.
“Jadi memang pengaruh netizen cukup besar media sosial juga menjadi referensi dalam konteks pengambilan kebijakan juga dan dalam skala tertentu menjadi pendorong bagi Pemerintah dan DPR untuk bekerja lebih baik,” katanya.
Regional