Untuk melindungi warga negara Tiongkok dan proyek CPEC, Pakistan telah menerapkan berbagai langkah keamanan. Pada tahun 2017, negara tersebut membentuk Divisi Keamanan Khusus (SSD) yang terdiri dari 9.000 tentara Angkatan Darat Pakistan dan 6.000 personel pasukan paramiliter, dengan anggaran sebesar 1,3 miliar rupee Pakistan yang dialokasikan untuk keamanan CPEC.
Selain itu, Angkatan Laut Pakistan membentuk “Satuan Tugas-88” untuk menjaga pelabuhan Gwadar yang penting secara strategis dan jalur lautnya.
Namun, laporan terbaru oleh Biro Intelijen Pakistan mengungkapkan bahwa langkah-langkah keamanan ini tidak diterima dengan baik oleh ekspatriat Tiongkok, banyak di antaranya merasa semakin tidak aman.
Laporan tersebut menyoroti kekhawatiran tentang keselamatan dan beban keuangan untuk mematuhi protokol keamanan yang ketat, seperti penggunaan kendaraan antipeluru, yang selanjutnya menggambarkan lingkungan berisiko tinggi yang dihadapi warga negara Tiongkok di Pakistan.
Menanggapi meningkatnya ancaman keamanan, Pakistan telah melarang dua kelompok militan berdasarkan Undang-Undang Antiterorisme tahun 1997: Kelompok Hafiz Gul Bahadur yang terkait dengan Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP) dan Brigade Majeed dari Tentara Pembebasan Balochistan.
Kelompok-kelompok ini terlibat dalam serangan terhadap warga negara Tiongkok. Lebih jauh, dalam upaya mendelegitimasi TTP, Kementerian Dalam Negeri Pakistan telah mengubah nama kelompok tersebut menjadi Fitna-al-Khawarij dalam dokumen resmi.
Pakistan dan Tiongkok juga berupaya agar Brigade Majeed terdaftar di bawah Komite 1267 Dewan Keamanan PBB, yang akan membuat kelompok tersebut dikenai sanksi internasional.
Meskipun ada upaya-upaya ini, serangan terhadap warga negara China terus berlanjut dengan frekuensi dan tingkat kematian yang meningkat.