Festival Sarut dan Upaya Menjaga Pesona Wastra Dayak Benuaq



Sarut merupakan salah satu seni membuat pakaian oleh masyarakat Dayak Benuaq dengan merangkai benang menjadi sebuah kain dengan motif tertentu. Dahulu, benang yang digunakan berasal dari serat daun nanas.

Seiring perkembangan zaman, motif dan model pakaian terus berkembang baik. Tentu saja, keindahan sarut menambah pesona pemakainya.

PT Bharinto Ekatama yang beroperasi di Kabupaten Kutai Barat pun tak mau ketinggalan dalam ambil bagian melestarikan budaya sub etnis Suku Dayak ini. Tak hanya membantu dari sisi pembiayaan, perusahaan tambang batu bara ini bahkan ikut melakukan pembinaan.

Community Development Head PT Bharinto Ekatama, Kristinawati menjelaskan, dukungan terhadap Festival Sarut bukan sekadar upaya pelestarian budaya lokal. Mereka juga mendorong dari upaya pelestarian wastra tersebut bisa meningkatkan ekonomi masyarakat.

“Ini salah satu bentuk kontribusi perusahaan dalam mendukung kearifan lokal dan pelestarian budaya daerah. Mendukung kegiatan kesenian ataupun kegiatan yang berkaitan dengan seni dan budaya. Seperti kali ini kita mendukung Festival Sarut,” papar Kristinawati.

Dukungan terhadap Festival Sarut merupakan sebagai bentuk dukungan terhadap budaya lokal yang harus dilestarikan. Bahkan bagi PT Bharinto Ekatama perlu dikembangkan dan dipromosikan agar makin dikenal secara luas.

“Kami dari BEK turut menjaga warisan leluhur, salah satunya ulap sarut. Sedangkan dukungan dalam festival ini juga agar seni dan budaya di Kubar terus tumbuh, berkembang, dan tetap lestari,” kata Kristin.

Tak hanya mendukung wastra Dayak Benuaq dalam bentuk festival, perusahaan ini juga membina kelompok perajin sarut di beberapa kampung. Misalnya di Kampung Besiq dan Kampung Bermai. Targetnya tentu saja keragaman motif dan model pakaian.

PT Bharinto Ekatama juga membina sanggar seni sebagai dukungan atas semua warisan budaya yang dimiliki suku ini. Sanggar Seni Ringeeng Ayakng dengan anggota mencapai 60 orang salah satunya.

“Salah satu sanggar seni yang kami bina juga mendapat juara dalam Festival Sarut. Ini suatu  kebetulan, karena niat kami hanya konsisten melestarikan dan mereka juga konsisten berlatih untuk mendukung seni dan budaya daerah,” ujar Kristinawati.

Di masa depan, seiring dengan perkembangan pembangunan Ibu Kota Nusantara dan dimulainya aktivitas ibu kota baru Indonesia, budaya Dayak Benuaq akan menjadi alternatif wisata. Untuk itu butuh dukungan dalam bentuk pembinaan dan pendampingan bagi masyarakat kampung di Kabupaten Kutai Barat.

“Kita juga berkontribusi sebagai narasumber dan mendukung program dari ringeng 2022 dan sanggar seni ini merupakan impact mmonac ringeng,” katanya.

Regional