Sementara itu Peneliti Ahli Utama di PRBBOT Organisasi Riset Kesehatan (ORK) BRIN Suharmiati menjelaskan ramuan Madura adalah salah satu obat tradisional asli Indonesia yang perlu dilestarikan.
Berbagai resep ini merupakan warisan nenek moyang yang digunakan oleh berbagai kalangan, meskipun pada praktiknya lebih banyak digunakan oleh ibu-ibu.
“Jenis dan bentuk jamu yang dikonsumsi pun beragam,” ungkap Suharmiati.
Suharmiati mnuturkan masyarakat Madura lebih menyukai jamu berbentuk serbuk yang diseduh dan diminum seluruhnya. Jamu serbuk ini memiliki aroma yang tajam dan konsistensi yang kental.
Seiring perkembangan zaman, masyarakat lebih memilih membeli ramuan jamu buatan pabrik yang lebih praktis, meskipun bahan dasarnya tetap berasal dari bahan segar dan simplisia atau bahan yang telah dikeringkan.
“Budaya minum jamu pada perempuan Madura didorong oleh keyakinan bahwa lebih baik tidak makan daripada tidak minum jamu. Bahkan, ada penelitian yang menunjukkan bahwa setelah minum jamu Madura, tubuh terasa sehat, bugar, kuat, dan rapat,” ungkap Suharmiati.
Pemanfaatan ramuan jamu juga diperkenalkan pada anak-anak dengan memberikan ramuan yang rasanya manis. Pada remaja putri, ramuan jamu diberikan secara rutin sejak menstruasi pertama untuk menjaga kesehatan, mengencangkan rahim, dan mengatasi nyeri haid. Selain itu, juga dilakukan perawatan kulit dengan lulur.
Suharmiati menjelaskan bahwa persiapan khusus juga dilakukan pada saat menjelang pernikahan, terutama untuk calon pengantin wanita, yang dimulai satu bulan sebelum hari pernikahan.
“Calon pengantin pria juga diberikan jamu khusus yang dicampur dengan kuning telur dan madu untuk menjaga kesehatan dan vitalitas,” ucap Suharmiati.
Tradisi minum ramuan jamu pada wanita Madura juga didorong oleh keinginan untuk selalu menjadi istri yang dapat memberikan kepuasan kepada suaminya. Suami pun mendukung tradisi ini.
Jika ingin menjarangkan kehamilan, mereka membuat ramuan sendiri yang diminum setelah menstruasi, sedangkan untuk menyuburkan kandungan mereka meminum jamu ‘dingin’ dari daun-daunan seperti Beluntas.
“Selama masa kehamilan, wanita Madura mengonsumsi berbagai ramuan jamu seperti jamu anton-anton muda, jamu anton-anton tua, jamu cabe puyang, serta air kelapa muda, terutama pada usia kehamilan 7-9 bulan,” ungkap Suharmiati.
Pada masa persalinan, mereka mengonsumsi air perasan kunyit, minyak kelapa buatan sendiri, serta kuning telur untuk memperlancar persalinan, juga jamu pelancar ASI dan jamu pasca persalinan.
“Terdapat berbagai jenis ramuan jamu Madura berbahan dasar tanaman obat, seperti jamu Pluntur untuk pasca nifas atau terlambat haid, yang berbahan dasar tanaman Elephantopus scaber, Andrographis paniculata, Sida rhombifolia, Nigella sativa, Kaempferia galanga, dan bahan lainnya,” tutur Suharmiati.
Regional