GLOBAL- Bangkok – Perdana Menteri (PM) Thailand Srettha Thavisin diberhentikan oleh mahkamah konstitusi pada hari Rabu (14/8/3034) oleh Mahkamah Konstitusi karena pelanggaran etika terkait pengangkatan mantan pengacara yang pernah dipenjara 16 tahun lalu ke dalam kabinetnya.
Apa yang terjadi selanjutnya?
Melansir The Straits Times, Kamis (15/8/2024), kabinet Thailand akan mengambil peran sementara dengan Menteri Perdagangan dan wakil perdana menteri Phumtham Wechayachai menjadi pelaksana tugas perdana menteri.
Adapun partai-partai harus memutuskan siapa yang akan mereka nominasikan dan pilih sebagai perdana menteri berikutnya berdasarkan daftar kandidat yang diajukan sebelum pemilihan umum 2023.
Diperkirakan tidak semua kandidat akan diajukan, dengan tawar-menawar yang mungkin terjadi antara partai-partai sebagai imbalan atas posisi kabinet.
Sementara itu, Ketua DPR akan mengadakan pertemuan parlemen agar majelis rendah dapat memberikan suara untuk perdana menteri berikutnya. Tidak ada aturan yang menentukan kapan parlemen harus bersidang untuk mengadakan pemungutan suara.
Untuk menjadi PM Thailand, seorang kandidat membutuhkan dukungan lebih dari separuh dari 493 anggota majelis rendah saat ini, atau 247 suara. Jika dukungan mereka kurang, majelis harus bersidang lagi nanti dan mengulang proses pemungutan suara, dengan kesempatan bagi kandidat lain untuk dicalonkan.
Sebagai informasi, 11 partai koalisi pemerintah memiliki 314 kursi di majelis rendah.
Nantinya, perdana menteri baru Thailand harus menunjuk kabinet, yang kemudian harus menyampaikan kebijakannya kepada parlemen sebelum dapat mulai memerintah.
Parlemen Thailand kabarnya akan menggelar sidang pada Jumat (16/8) guna menyelenggarakan rapat khusus guna memilih perdana menteri baru menyusul putusan pengadilan yang memberhentikan Srettha Thavisin.
Dalam pernyataan yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal DPR, Arpath Sukhanunth mengatakan Ketua DPR Wan Muhamad Noor Matha mengirim pemberitahuan kepada semua Anggota Parlemen (MP) pada Rabu (14/8) malam, meminta mereka untuk mengadakan rapat pada pukul 10 pagi pada hari Jumat.
“Anggota parlemen akan memberikan suara untuk mempertimbangkan pemberian persetujuan kepada seseorang yang harus diangkat sebagai Perdana Menteri menurut Pasal 159 Konstitusi Kerajaan Thailand,” katanya dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Bernama, Kamis (15/8/2024).