Bahkan saat para negosiator bekerja di Qatar, pertempuran terus berlanjut di Jalur Gaza, dengan pasukan Israel menyerang sasaran-sasaran di kota-kota Rafah dan Khan Younis.
Otoritas kesehatan Palestina mengatakan sedikitnya enam warga Palestina tewas pada Kamis malam dalam serangan udara Israel terhadap sebuah rumah di Jabalia di Gaza Utara.
Merespons laporan otoritas kesehatan Jalur Gaza, Kepala hak asasi manusia PBB Volker Turk mengatakan jumlah korban tewas di wilayah kantong itu yang mencapai lebih dari 40.000 merupakan “tonggak sejarah yang suram bagi dunia”.
“Situasi yang tak terbayangkan ini sebagian besar disebabkan oleh kegagalan berulang kali oleh Pasukan Pertahanan Israel untuk mematuhi aturan perang,” tegasnya dari Jenewa.
Secara terpisah, militer Israel mengaku telah “melenyapkan” lebih dari 17.000 militan Palestina dalam operasinya di Jalur Gaza.
Di Jalur Gaza yang hancur di mana perang telah mengusir hampir seluruh dari 2,3 juta penduduknya dari rumah-rumah mereka, ada keinginan yang kuat untuk mengakhiri pertempuran.
“Sudah cukup, kami ingin kembali ke rumah kami di Kota Gaza, setiap jam ada keluarga yang terbunuh atau rumah yang dibom,” kata Aya (30), yang berlindung bersama keluarganya di Deir Al-Balah, bagian tengah Jalur Gaza.
“Kami berharap kali ini. Saya khawatir kali ini atau tidak sama sekali,” katanya kepada Reuters.
Di Tel Aviv, keluarga beberapa sandera berunjuk rasa di luar markas besar Partai Likud pimpinan Netanyahu.
“Kepada tim negosiasi – jika kesepakatan tidak ditandatangani hari ini atau dalam beberapa hari mendatang di pertemuan puncak ini, jangan kembali ke Israel. Anda tidak punya alasan untuk kembali ke Israel tanpa kesepakatan,” kata Yotam Cohen, yang saudaranya Nimrod Cohen menjadi sandera di Jalur Gaza.
Para sandera diculik dalam serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023, di mana Israel mengatakan militan menewaskan sekitar 1.200 orang dan memicu perang di Jalur Gaza.