Petro Yatsenko, juru bicara staf koordinasi tawanan perang di dinas intelijen militer Ukraina (HUR), mengatakan ada sekitar sepuluh tentara bayaran yang ditahan di Ukraina. Para tahanan ini termasuk warga negara Afrika, seperti Sierra Leone dan Somalia, serta Sri Lanka, Nepal, dan Kuba.
“Sudah ada beberapa lagi yang ditangkap, namun belum dimasukkan dalam statistik,” kata Jatsenko kepada DW. Menurutnya, para tahanan ini termasuk warga negara Afrika, termasuk Sierra Leone dan Somalia, serta Sri Lanka, Nepal, dan Kuba.
“Kebanyakan mereka berasal dari negara-negara selatan, dari negara-negara miskin,” kata Jatsenko. Ia mendengar cerita dari warga Kuba bahwa penghasilan di negaranya hanya sebesar 7 dolar per bulan.
HUR tidak mengetahui berapa banyak orang asing yang berperang di pihak Rusia. Namun, Rusia menarik orang asing dengan beriklan di jejaring sosial dan langsung ke luar negeri melalui agitator, kata Yatsenko.
“Pekerjaan di perusahaan sering kali dijanjikan, dan jika menyangkut tentara, mereka mengatakan Anda hanya akan ditempatkan di daerah pedalaman,” ujarnya.
“Selama tidak ada proses gugatan, mereka akan ditahan seperti tentara Rusia yang ditangkap,” kata Yatsenko tentang status orang asing tersebut. Belum ada satu pun dari mereka yang dibebaskan melalui pertukaran atau prosedur lainnya.
“Beberapa negara, terutama Sri Lanka dan Nepal, berniat memulangkan warganya. Ini memungkinkan kami bernegosiasi,” kata juru bicara HUR.
Pada bulan Mei, HUR melaporkan tentang eksodus massal tentara bayaran dari Nepal yang ditempatkan di wilayah pendudukan Luhansk. Pada bulan Juni, France 24 melaporkan bahwa 22 warga Sri Lanka telah melarikan diri dari posisi mereka di militer Rusia.
Aktivis dari organisasi hak asasi manusia Rusia, Idite lesom, membantu orang-orang melarikan diri dari dinas militer Rusia, termasuk warga negara asing. Ivan Chuvilyaev, perwakilan organisasi tersebut, dalam sebuah wawancara dengan DW mengatakan para aktivis telah membantu warga negara-negara Afrika dan Afganistan untuk melarikan diri..
Ivan Chuvilyaev juga mengatakan bahwa cara Rusia merekrut orang asing tidak berbeda dengan pendekatannya dalam merekrut warga negaranya sendiri.
“Ini memanfaatkan fakta bahwa masyarakat awam hukum dan sangat butuh uang,” kata aktivis hak asasi manusia tersebut.