GLOBAL- Moskow – Kremlin mengaku tidak khawatir tentang kunjungan Presiden Vladimir Putin ke Mongolia, negara yang menjadi anggota Mahkamah Pidana Internasional (ICC), yang tahun lalu mengeluarkan surat perintah penangkapannya.
ICC menuduh Putin bertanggung jawab secara pribadi atas atas kejahatan perang berupa deportasi ilegal (anak-anak) dan pemindahan ilegal (anak-anak) dari wilayah Ukraina yang diduduki ke Federasi Rusia.
Kunjungan, yang dijadwalkan pada 3 September, akan menjadi perjalanan pertama Putin ke negara anggota ICC sejak surat perintah penangkapannya dikeluarkan pada Maret 2023 atas dugaan kejahatan perang di Ukraina.
Berdasarkan perjanjian pendirian pengadilan, Statuta Roma, anggota ICC terikat untuk menahan tersangka yang surat perintah penangkapannya telah dikeluarkan ICC jika yang bersangkutan menginjakkan kaki di tanah mereka. Namun, ICC sendiri tidak memiliki mekanisme penegakan hukum.
Dalam kasus yang terkenal, presiden terdahulu Sudan Omar al-Bashir tidak ditangkap pada tahun 2015 ketika dia mengunjungi Afrika Selatan, yang merupakan anggota ICC. Hal itu memicu kecaman keras oleh aktivis hak asasi manusia dan partai oposisi utama Sudan.
Juru bicara Putin, Dmitry Peskov, yang sebelumnya menekankan bahwa Rusia tidak mengakui yurisdiksi ICC, menegaskan kepada wartawan selama konferensi pers hariannya pada hari Jumat (30/8/2024) seperti dilansir AP, Sabtu (31/8), “Kremlin tidak khawatir tentang perjalanan yang akan datang. Kami memiliki dialog yang luar biasa dengan teman-teman kami dari Mongolia.”
Namun, juru bicara ICC Fadi El Abdallah menggarisbawahi pada hari Jumat, “Mongolia adalah penandatangan Statuta Roma dan dengan demikian memiliki kewajiban untuk bekerja sama dengan ICC.”
“ICC bergantung pada penandatangan dan mitra lainnya untuk melaksanakan keputusannya termasuk yang terkait dengan surat perintah penangkapan,” kata El Abdallah.
Belum jelas tindakan seperti apa yang akan diambil jika Mongolia bersikeras tidak menangkap Putin.