Ketua Umum SPK, Dhia Al Uyun menyampaikan, terdapat pula berbagai konflik antara dosen dan elit kampus yang beriringan dengan berbagai karut-marutnya aturan hukum, Beban Kerja Dosen (BKD), dan tunjangan kinerja (tukin) dosen juga menjadi perhatian dalam diskusi SPK.
SPK mendapatkan laporan kasus pekerja kampus yang mengalami penahanan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN), eksploitasi dalam kerangka program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), tukin tidak terbayarkan oleh negara, dan tersendatnya proses kenaikan jabatan fungsional guru besar akibat feodalisme kampus.
“Elit kampus semakin menunjukkan arogansinya dalam memaknai regulasi, sehingga menghilangkan penghormatan terhadap hak asasi pekerja kampus,” sebut Dhia.
Dhia menyampaikan, SPK Jabodetabekjur melihat adanya penyelewengan orientasi Tridarma bidang pendidikan yang seakan-akan mewajibkan dosen, khususnya di perguruan tinggi swasta, untuk memberi nilai mata kuliah setinggi-tingginya. Fenomena ini hadir karena perguruan tinggi lebih mementingkan kuantitas mahasiswa dibandingkan kualitas lulusan.
Hal tersebut dinilai berkaitan dengan liberalisasi dan komersialisasi pendidikan untuk mendapatkan mahasiswa sebanyak-banyaknya. Perburuan akreditasi atau peningkatan kampus menjadi world class university justru kerap memasung dosen untuk menuruti kepentingan kampus.
Dhia mengatakan, “para pekerja kampus terjebak dalam tekanan yang menghilangkan kebebasan akademiknya”. Maka kiwari, sengkarut masalah dalam kampus mesti jadi kesadaran dan perjuangan bersama. Namun, Dhia mengakui, adanya sikap apatis diimbuhi ketakutan melakukan kritik, bahkan untuk bergabung dalam serikat pekerja.
“Beberapa rekan tenaga kependidikan mendapat arahan langsung dari pimpinan perguruan tinggi atau tepatnya larangan untuk terlibat dalam serikat pekerja kampus,” aku Fhia.
Meski demikian, SPK beranggapan bahwa gerakan perjuangan dalam kampus tetap harus dilakukan secara kolektif. “Pengabdian dan relasi kuasa seringkali menjadi narasi untuk memaksakan upaya-upaya yang menjadikan pekerja tidak mungkin memperjuangkan haknya sendirian,” katanya.
Dalam Setahun Berdiri
Serikat Pekerja Kampus yang telah hadir dalam setahun terakhir diaku mengalami peningkatan jumlah anggota secara pesat. Saat ini, SPK telah memiliki 570 anggota yang terdiri dari dosen, tendik, dan peneliti di perguruan tinggi, yang tersebar di 34 provinsi.
Pada tahun 2023, kenaikan jumlah anggota telah mencapai 30 orang per bulan dan pada tahun 2024 kenaikan anggota tiap bulan bisa mencapai hingga 100 orang.
Dalam peringatan setahun berdirinya SPK, perkumpulan dosen tendik perguruan tinggi itu menegaskan sejumlah peryataannya, yakni:
1. Mengecam segala bentuk arogansi, kesewenang-wenangan, dan pendisiplinan yang mengurangi dan/atau menghilangkan hak-hak pekerja kampus.
2. Menuntut pemerintah dan perguruan tinggi untuk berpihak pada hak-hak pekerja kampus dan menghapus segala bentuk peraturan, kebijakan, serta perilaku yang menghambat kesejahteraan pekerja kampus.
3. Mendesak Kementerian Ketenagakerjaan, Komnas HAM, dan Ombudsman untuk mengawasidan menindak upaya-upaya yang mereduksi hak-hak pekerja kampus, termasuk hak berserikat.
4. Mengajak seluruh pekerja kampus untuk bersuara memperjuangkan hak dan kesejahteraan.
Regional