Ikadin Eksaminasi Putusan, Sebut Penagihan BLBI Keluar Jalur Hukum



Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Aloysius Joni Minulyo, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap Putusan No. 632/G/2023/PTUN.JKT yang menyatakan gugatan daluwarsa.

“Majelis Hakim keliru karena menghitung tenggang waktu sejak pemblokiran diketahui, padahal Pasal 55 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara sudah tegas mengatur tenggang waktu bagi mereka yang disebut dalam keputusan dihitung sejak objek sengketa diterima,” paparnya.

Akademisi yang kerap disapa Joni juga menggarisbawahi tidak adanya relevansi antara pemblokiran dengan penagihan utang oleh Satgas BLBI. Pemblokiran itu untuk melindungi kepentingan pemegang saham ketika terjadi sengketa.

“Peraturannya keliru, karena memberikan wewenang yang terlalu luas kepada Menteri Hukum dan HAM,” ucap Joni sambil mengkritik peraturan menteri yang mengatur pemblokiran.

Perspektif lain dihadirkan Arsil selaku Peneliti dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP). Ia mengomentari dasar wewenang dari Satgas BLBI dalam mengajukan permohonan blokir.

“Apakah Satgas BLBI penegak hukum? Kan, bukan. Apakah Satgas BLBI tergolong instansi pemerintah yang punya wewenang? Hal inilah yang perlu dicermati Majelis Hakim, apakah Keputusan Presiden tentang Pembentukan Satgas BLBI memberikan wewenang? Nyatanya, hanya ada tugas,” terangnya.

Arsil juga mengomentari sikap Majelis Hakim dalam Putusan No. 633/G/2023/PTUN.JKT yang tidak memeriksa keabsahan pemblokiran karena menilai pemblokiran bersumber dari hubungan keperdataan.

“Apakah jika suatu hari nanti terjadi sengketa antara Kementerian dengan vendor, maka dapat dilakukan blokir? Nanti tidak bisa diuji juga,” ucapnya.

Regional