Komandan Pasukan Elite Hizbullah Ibrahim Aqil Tewas dalam Serangan Udara Israel



Pasukan elite Radwan, yang diperkirakan berjumlah antara 7.000 hingga 10.000 orang, dengan para pejuang yang terlatih dalam operasi khusus dan peperangan perkotaan, disebut hanya memiliki sedikit keterlibatan dalam konflik Hizbullah versus Israel saat ini. Pertempuran sejauh ini didominasi oleh saling tembak rudal dan serangan di sepanjang wilayah perbatasan.

Peluncuran roket dan rudal oleh Hizbullah sejak 7 Oktober 2023 menandai upaya kelompok itu untuk mendukung Hamas.

Mohanad Hage Ali, peneliti senior di lembaga pemikir Carnegie Middle East Center yang meneliti Hizbullah, mengatakan Aqil adalah komandan militer “old school” yang dekat dengan Iran. Dia menerima pelatihan perwira selama tiga tahun di Iran dan ikut serta dalam semua perang di Lebanon, serta di Suriah.

Hanin Ghaddar, peneliti Hizbullah di Washington Institute, menuturkan ketika Mustafa Badreddine, komandan Hizbullah yang mengawasi peran kelompok itu dalam perang di Suriah, terbunuh pada tahun 2016, Aqil menggantikan perannya. Pada saat itu, struktur komando tiga tingkat pasukan militer Hizbullah dibentuk, dengan Aqil sebagai salah satu pilar utamanya.

Ghaddar mengungkapkan ada laporan bahwa Aqil termasuk di antara mereka yang terluka ringan dalam ledakan pager pada Selasa (17/9). Tidak ada konfirmasi resmi atas laporan tersebut.

Setidaknya 37 orang tewas dan sekitar 3.000 orang terluka dalam dua gelombang ledakan perangkat komunikasi yang terjadi bersamaan di Lebanon pada hari Selasa dan Rabu (18/9).

Ledakan pager memberikan pukulan telak bagi struktur komunikasi Hizbullah, yang mungkin menjelaskan mengapa pasukan utama kelompok itu bertemu langsung di pinggiran selatan Beirut pada hari Jumat,” kata Ghaddar.

“Ini merupakan pukulan telak bagi Hizbullah.”

Ghaddar menilai serangan terhadap Aqil mengganggu struktur komando Hizbullah karena merusak sistem komunikasinya sekaligus mengungkap seberapa banyak intelijen yang dimiliki Israel tentang kelompok tersebut. Ghaddar lebih lanjut menyatakan kemungkinan akan membutuhkan waktu bagi Hizbullah untuk merespons dan memulihkan diri.

“Mereka tentu akan pulih. Mereka pulih dari tahun 2006 dan banyak hal lainnya,” katanya, mengacu pada perang yang berlangsung selama sebulan antara Hizbullah dan Israel. “Namun, itu akan memakan waktu.”

Magnier dan Hage Ali sepakat bahwa serangan pada Jumat menandakan fase baru perang dengan Israel.

“Yang penting adalah lokasi dan dimulainya (fase) perang baru yang melibatkan operasi udara dan pembunuhan yang ditargetkan terhadap para pemimpin militer,” tutur Magnier.

Israel tampaknya bertekad memberikan tekanan pada kepemimpinan Hizbullah, kata Magnier, khususnya di pinggiran selatan Beirut, di mana kelompok itu memiliki banyak kantor dan pendukungnya.

Pejabat Israel disebut mengatakan, “Jika rakyat kami (di utara) tidak dapat kembali, orang-orang Anda (di pinggiran kota) akan mengungsi.”