, Bosnia – Di perbatasan Sungai Drina antara Serbia dan Bosnia-Herzegovina, tiga pemuda Maroko baru saja keluar dari sungai dengan pakaian yang masih basah.
“Kami baru saja berenang,” ujar Aman Haruel, salah satu dari mereka yang berusia 20 tahun seperti dikutip dari DW Indonesia, Minggu (8/9).
“Kami melihat tidak ada orang yang berdiri di seberang, lalu kami berangkat. Bahkan di beberapa tempat sungainya kering. Kami basah, tapi matahari bersinar dan kami akan segera kering lagi.”
Ketiganya lalu tertawa.
Mereka adalah pengungsi yang sedang dalam perjalanan menuju Eropa Barat, setelah melalui Yunani dari Turki dan Serbia melalui Makedonia Utara. Hingga beberapa hari lalu, mereka berada di pusat penerimaan dekat Beograd. Kini, di perbatasan Sungai Drina, mereka menunggu kesempatan untuk menyeberang. “Tidak ada masalah, tidak ada masalah,” kata mereka berulang kali.
Namun, salah satu dari mereka mengalami luka lecet di kakinya saat menyeberangi sungai. Seorang anggota tim relawan Palang Merah Bosnia yang berada di lokasi segera membalut lututnya yang terluka.
Perbatasan Sungai Drina sepanjang 100 kilometer dengan Serbia menjadi bagian dari jalur Balkan bagi para pengungsi. Puluhan orang datang ke Bosnia secara ilegal setiap hari melalui jalur ini, hampir tanpa ada yang menghentikan mereka. “Semuanya tampak terorganisir,” ujar Nihad Suljic, seorang aktivis hak asasi manusia di Kota Tuzla, Bosnia timur.
Suljic mencatat peningkatan tajam jumlah pengungsi di Drina dalam beberapa bulan terakhir. “Dalam hal migrasi, Bosnia sekali lagi menjadi pusat perhatian,” katanya kepada DW.
“Tetapi tidak seperti pada tahun-tahun Corona dan sebelumnya, penyelundup manusia kini tampaknya terintegrasi sempurna ke dalam struktur tersebut.”
Suljic menuturkan bahwa dulu pengungsi berjalan dalam kelompok kecil menuju pusat penerimaan atau langsung melanjutkan perjalanan menuju Kroasia. Sekarang, mereka hampir tidak terlihat lagi di jalanan. “Segala sesuatunya tampak terorganisir dengan sempurna,” tambahnya.